Terus terang saja, satu kata yang benar2 bikin
muak jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun yang lalu adalah : GAMBARU,
alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan. Muak habis, sumpah,
karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu : Motto
Gambattekudasai (Ayo Berjuang Lebih Lagi), Taihen Dakedo, Isshoni Gambarimashoo
(Saya tahu ini Sulit, tapi ayo Berjuang Bersama-sama), Motto motto kenkyuu
shitekudasai (Ayo bikin penelitianlebih dan lebih lagi). Sampai rasanya ingin
bicara, apa g da kosa kata selain kata GAMBARU???
Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang gitu2
saja, dimana kalau malas atau g da banyak rintangan, ya sudahlah, ya berhenti
saja. Tapi Menurut Kamus bahasa Jepang sih, Gambaru itu artinya : “Doko Made Mo
Nintai Shite Doryoku Suru” (Bertahan sampai kemanapun juga dan berusaha
semaksimal mungkin/ habis-habisan)
Gambaru itu sendiri terdiri dari dua karakter
yaitu karakter “keras” dan “mengencangkan”. Jadi image yang bisa ditangkap dari
perpaduan karakter ini adl “Mau Sesusah Apapun itu persoalan yang dihadapi,
kita harus dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas
persoalan itu” maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah
sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi
jangan berharapa mudah, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan Gambaru
titi, g da koma.
Terus terang saja, 2 tahun di Jepang, 2 tahun
juga gwe g paham, kenapa orang jepang menjadikan Gambaru sebagai falsafah hidupnya.
Bahkan anak umur 3 tahun sudah disuruh Gambaru disekolahannya, kayak pakai baju
dimusim dingin harus yang tipis2 supaya tidak manja terhadap cuaca dingin,
didalam sekolah g boleh pakai kaos kaki, karena kalau telapak kaki langsung
kena lantai itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit Cuma ingus meler2 tau demam
37 derajt g usah bbolos sekolh, tetap dhimbaumasuk, dari pgi hingga sore, dgn
alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika dia melawan penyakit itu
sendiri. Akibatnya kalau naik sepeda ditanjakan sambil boncengin Joanna, dang
we ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong, Gambare!!! Mama faitoo!!!(Ayo
berjuang, mama ayo fight). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, Gambaru
sampai titik darah penghabisan it’s a must!!!
Gwe bener2 mulai sedikit mengerti mengapa
Gambaru ini penting banget dalam hidup, adl setelah terjadi tsunami dan gempa
bumi dengan kekuatan 9.0 sr di Jepang bagian Timur. Gwe tau, bencana alam di
Indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, letusan merapi. Tapi.
Tsunami dan gempa bumi di Jepang ini, jauh lebih parah dari semuanya itu.
Bahkan, ini adlah gempa bumi dan tsunami terparah di dunia. Wajar kalau
pemerintah dan masyarakat jepang panic kebingungan karena bencana ini. Wajar
banget kalau mereka semua mulai mersa galau, nangis2, g tahu mesti ngapain.
Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa dimaafkan jika stasiun2 TV
memasang sedikit latar lagu tangisan anak negri yang berisi wajah2 korban
bencana yang penuh kepiluan.
Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan
ini??? Dari hari pertama bencana, gwe nyetel TV dan nungguin lagu2 ala ebiet
diputar stasiun TV, nyari2 dimana rek dompet bencana alam. Video klip tangisan
anak negri juga gwe tunggu2in. tiga unsure itu (lagu ala ebiet, rek dompet
bencana, dan video klip tangisan anak negri) sama sekali tidak disiarkan di TV.
Tapi ini yang gwe lihat di TV :
1. Peringatan Pemerintah agar setiap warga tetap
waspada.
2. Himbauan Pemerintah agar seluruh warga Jepang
bahu membahu menghadapi bencana (termasuk permintaan menghemat listrik agar
diwilayah Tokyo dan tohoku g lama2 terkena mati lampu).
3. Permintaan maaf pemerintah karena terpaksa
harus melakukan pemadaman listrik berencana.
4. Tips2 menghadapi bencana alam, nomor telp call
centre bencana alam yang bsa dihub 24 jam.
5. Mengirimkan tim SAR dari setiap perfektur
menuju daerah-daerah yang terkena bencana.
6. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu
menyelamtkan warga yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di Jepang
benar2 bernilai banget harganya) pengorbanan semangat dari pemerintah yg
dibwakan dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama
menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru,
yang kalau ini diterjemahkan : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati.
7. Potret warga yg terkena bencana, yg saling
menyemangati: ada yg mencari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau
banget, tapi tetap tenang dan g emosional, disemangati nenek yg ada ditempat
pengungsian : Gambatte Sagasoo!! Kitto Mitsukaru kara. Akiramenai de (Ayo kita
berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu, jangan menyerah).
Sebagai
orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala Gambaru
kayak gini, gwe bener2 merasa malu dan disaat bersamaan : kagum dan hormat
banget sama warga dan pemerintah jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yg
sumber alamnya terbatas banget, negeri yg alamnya keras, tapi bias maju luar
biasa dan punya mental sekuat baja, karena falsafah Gambaru nya itu. Bisa dibilang,
orang2 jepang g punya apa2 selain Gambaru, dan Gambaru sudah lebih dari cukup
untuk menghadapi segala persoalan hidup.
Benar banget,
kita mesti brdoa, kita harus pasrah sma Tuhan. Hanya mental yg pa2 “nyalahin”
Tuhan, blang2 ini semua kehendak-Nya, Tuhan marah pada Umat-Nya, Tuhan marah
melalui alam, maka tanyalah pada rumput yang bergoyang. Selama masih mental ini
yang berdiam diri kita, sampai kiamat sekalipun, gwe rasa bangasa kita g akan
bisa maju. Kalau dilihat lebih jauh, “menyalahkan” Tuhan atas semua bencana dan
persoalan hidup, sebenarnya adl kata lain dari g berani bertanggung jwab
terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, g
berani brtanggungjawab itu maksudnya : lari dari maslah, g mau ngadepin masalah,
main salah2n, g berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja sudah nangis
manja.
0 komentar:
Posting Komentar